Finance

Minyak Anjlok 5%! Gencatan Senjata Iran-Israel Guncang Pasar?

Harga minyak dunia mengalami penurunan tajam sekitar 5% pada Selasa (24/6), mencapai level terendah dalam dua pekan terakhir. Koreksi signifikan ini terjadi menyusul pengumuman gencatan senjata antara Israel dan Iran, sebuah perkembangan yang meredakan kekhawatiran pasar mengenai potensi terganggunya pasokan minyak vital dari kawasan Timur Tengah.

Meskipun demikian, ketenangan pasar tersebut terbukti sangat rapuh. Hanya beberapa jam setelah diumumkan, Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump secara terbuka menuduh kedua belah pihak telah melanggar kesepakatan tersebut, memicu kembali gelombang ketidakpastian di tengah-tengah harapan akan stabilitas.

Melansir Reuters, minyak Brent anjlok US$3,29 atau 4,6% menjadi US$68,19 per barel pada pukul 10.43 EDT (21.43 WIB). Sementara itu, harga minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) merosot lebih dalam sebesar US$3,20 atau 4,7% menjadi US$65,31 per barel. Kedua kontrak acuan minyak ini berada di jalur penutupan terendah sejak 10 Juni, atau sebelum Israel melancarkan serangan mendadak ke fasilitas militer dan nuklir Iran pada 13 Juni.

Di Teheran, ledakan masih terdengar pada hari Selasa, meskipun Presiden Trump sebelumnya menyatakan bahwa ia telah meminta Israel untuk membatalkan serangan udara demi menjaga gencatan senjata yang baru saja berlaku. Trump menyampaikan ketidakpuasannya kepada wartawan, “Saya tidak suka fakta bahwa Israel langsung menyerang setelah kesepakatan dicapai. Mereka tidak harus melakukannya, dan saya juga tidak suka balasan yang sangat kuat dari pihak seberang.”

Penurunan harga minyak ini juga semakin diperparah oleh pernyataan Trump di platform Truth Social, di mana ia mengemukakan bahwa China kini dapat kembali membeli minyak dari Iran. Pernyataan ini sontak memicu kekhawatiran akan potensi kelebihan pasokan di pasar global. Di sisi lain, Menteri Pertahanan Israel, Israel Katz, sebelumnya mengklaim telah memerintahkan militer untuk melancarkan serangan baru ke target di Teheran sebagai respons atas dugaan serangan rudal dari Iran, yang dianggap sebagai pelanggaran terang-terangan terhadap gencatan senjata. Namun, tuduhan ini dibantah keras oleh Iran.

Dalam dua belas hari terakhir, pasar minyak dunia telah diwarnai oleh volatilitas yang luar biasa. Pada Senin (23/6), minyak Brent bahkan tercatat diperdagangkan dalam rentang US$11,86, rentang terluas sejak Juli 2022. Kedua kontrak minyak ini juga sempat menguat ke level tertinggi lima bulan menyusul serangan AS terhadap fasilitas nuklir Iran pada akhir pekan lalu, sebelum akhirnya ditutup melemah lebih dari 7% dalam sesi perdagangan sebelumnya.

Harga minyak turun tajam karena serangan AS ke fasilitas nuklir Iran gagal memicu konflik yang lebih luas yang dapat mengancam pasokan kawasan,” tulis Barclays dalam catatan risetnya, menjelaskan reaksi pasar yang didominasi oleh tidak adanya eskalasi konflik yang dikhawatirkan.

Keterlibatan langsung AS dalam konflik ini juga memfokuskan perhatian investor pada Selat Hormuz, jalur sempit antara Iran dan Oman. Selat ini merupakan salah satu jalur maritim terpenting di dunia, dilalui oleh sekitar 18–19 juta barel minyak dan bahan bakar per hari, yang setara dengan sekitar 20% konsumsi global.

Dari sisi pasokan, perusahaan energi nasional Kazakhstan, KazMunayGaz, baru-baru ini menaikkan proyeksi produksi minyak dari ladang minyak Tengiz yang dikelola Chevron menjadi 35,7 juta ton metrik pada 2025, dari sebelumnya 34,8 juta ton. Kazakhstan sendiri merupakan anggota aliansi OPEC+, yang mencakup negara-negara Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak (OPEC) serta mitra seperti Rusia.

“Sebelum pecahnya konflik Israel-Iran, kami sudah menyarankan posisi bearish karena peningkatan produksi OPEC+ yang menyebabkan suplai melimpah, ditambah potensi penurunan permintaan akibat tarif baru dari pemerintahan Trump,” pungkas Ritterbusch and Associates, sebuah firma penasihat energi, dalam catatannya, menggarisbawahi tekanan jual yang sudah ada di pasar sebelum gejolak geopolitik.

Ringkasan

Harga minyak dunia mengalami penurunan tajam sekitar 5% pada 24 Juni, mencapai level terendah dalam dua pekan terakhir. Penurunan ini menyusul pengumuman gencatan senjata antara Israel dan Iran, yang awalnya meredakan kekhawatiran pasar terhadap potensi gangguan pasokan. Namun, ketenangan tersebut segera terganggu setelah Presiden AS Donald Trump menuduh kedua belah pihak melanggar kesepakatan. Akibatnya, minyak Brent anjlok 4,6% dan West Texas Intermediate (WTI) merosot 4,7%.

Koreksi harga minyak diperparah oleh pernyataan Trump yang mengindikasikan China dapat kembali membeli minyak dari Iran, menimbulkan kekhawatiran kelebihan pasokan global. Pasar minyak telah menunjukkan volatilitas ekstrem dalam dua belas hari terakhir, dengan Barclays menjelaskan bahwa harga turun karena serangan AS gagal memicu konflik yang lebih luas yang mengancam pasokan kawasan. Para analis sebelumnya telah memperingatkan potensi tekanan jual akibat peningkatan produksi OPEC+ dan potensi penurunan permintaan.

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button