UMKM Jadi Operator Holding UMKM? Ini Langkah Pemerintah!

Top Indo Apps – , Jakarta – Pemerintah Indonesia mengambil langkah strategis untuk memperkuat sektor Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) melalui pembentukan Holding UMKM. Inisiatif ini dimulai dengan instruksi kepada Dinas Koperasi dan UMKM di setiap provinsi untuk mengidentifikasi usaha kelas menengah yang akan berperan sebagai operator utama dalam struktur holding ini.
Bagus Rachman, Deputi Usaha Menengah Kementerian UMKM, menjelaskan bahwa usaha menengah yang terpilih akan menjadi operator Holding UMKM berbasis klaster. Berbicara di Jakarta pada Jumat, 13 Juni 2025, Bagus optimistis program ini akan berhasil menjembatani kesenjangan antara pengusaha kecil dan menengah dengan industri berskala besar. Harapannya, langkah ini akan secara signifikan meningkatkan efisiensi dan kekuatan rantai pasok dalam skala nasional.
Hingga saat ini, Kementerian UMKM telah menetapkan 10 sektor usaha prioritas yang akan menjadi fokus pengembangan Holding UMKM. Sektor-sektor ini mencakup pangan, otomotif, kerajinan, pariwisata, perikanan, dan pertanian. Bagus Rachman menekankan pentingnya pengembangan proyek percontohan (pilot project) di setiap sektor. Proyek-proyek ini dirancang sebagai acuan model bisnis yang sukses, sehingga dapat direplikasi dan diaplikasikan secara luas di seluruh daerah di Indonesia.
Lebih lanjut, Bagus Rachman berharap Holding UMKM akan memiliki fungsi multifaset, berperan sebagai agregator, inkubator, pemasar distributor, sekaligus fasilitator pembiayaan. “Jika fungsi-fungsi ini berjalan optimal, usaha menengah akan memegang peran krusial dalam menarik mitra-mitra kecil untuk terhubung langsung ke dalam rantai pasok industri yang lebih besar,” ujarnya, menekankan potensi dampak positifnya terhadap ekonomi lokal.
Namun, tantangan dalam integrasi UMKM ke dalam rantai pasok masih menjadi sorotan utama. Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), Shinta Kamdani, mengungkapkan bahwa dari total 66 juta UMKM di Indonesia, hanya sekitar 7 persen yang berhasil masuk ke dalam rantai pasok domestik. Angka ini menunjukkan pekerjaan rumah yang besar bagi pemerintah dan pelaku usaha.
Shinta Kamdani juga menyoroti rendahnya tingkat partisipasi UMKM Indonesia dalam rantai pasok global. Berdasarkan data Asian Development Bank Institute, kontribusi UMKM Indonesia pada rantai pasok global pada tahun 2023 hanya mencapai 4,1 persen. Angka ini jauh tertinggal dibandingkan dengan negara tetangga seperti Vietnam, yang berhasil mengintegrasikan 20 persen UMKM-nya ke pasar global. “Dibandingkan dengan negara lain di kawasan, angka ini masih sangat rendah,” imbuh Shinta Kamdani.
Meskipun dihadapkan pada tantangan ini, Shinta Kamdani mengingatkan agar tidak terjebak dalam narasi keterbatasan. Menurutnya, tantangan tersebut justru harus menjadi pemicu untuk mendorong pemerataan akses bagi UMKM. Ia menegaskan bahwa UMKM memiliki potensi besar untuk menjadi kekuatan ekonomi nasional jika akses usaha dibuka seluas-luasnya. “Kekuatan sejati ekonomi Indonesia tidak hanya berada di menara kapital, tapi di tangan puluhan juta UMKM yang bergerak serentak dan sabar sampai berakhir,” pungkasnya, memberikan inspirasi akan peran krusial UMKM.
Pilihan Editor: Di Balik Aturan OJK tentang Berbagi Risiko Asuransi
Ringkasan
Pemerintah Indonesia mengambil langkah strategis dengan membentuk Holding UMKM guna memperkuat sektor Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah. Inisiatif ini melibatkan instruksi kepada Dinas Koperasi dan UMKM untuk mengidentifikasi usaha menengah yang akan berperan sebagai operator utama berbasis klaster. Holding UMKM diharapkan dapat menjembatani pengusaha kecil dan menengah dengan industri besar, sekaligus meningkatkan efisiensi rantai pasok nasional. Kementerian UMKM telah menetapkan 10 sektor usaha prioritas dan mengembangkan proyek percontohan untuk direplikasi.
Holding UMKM dirancang untuk berfungsi sebagai agregator, inkubator, pemasar distributor, dan fasilitator pembiayaan. Meskipun demikian, integrasi UMKM ke dalam rantai pasok masih menjadi tantangan utama; hanya sekitar 7 persen UMKM berhasil masuk ke rantai pasok domestik dan 4,1 persen ke rantai pasok global. Tantangan ini justru harus mendorong pemerataan akses bagi UMKM, mengingat potensi besar mereka sebagai kekuatan sejati ekonomi nasional.