Inflasi Melandai: BI Siap Pangkas Suku Bunga? Ini Analisanya!

Top Indo Apps – Inflasi Indonesia menunjukkan sinyal perbaikan yang signifikan pada Juni 2025. Josua Pardede, Chief Economist Bank Permata, menyatakan bahwa angka inflasi tahunan mencapai 1,87 persen, sebuah peningkatan mencolok dibandingkan bulan sebelumnya yang masih mencatat deflasi. Sementara itu, inflasi bulanan tercatat sebesar 0,19 persen. Kenaikan ini utamanya didorong oleh lonjakan harga pangan, meliputi beras, cabai rawit, dan bawang merah, serta kenaikan tarif angkutan udara.
Pemicu kenaikan harga beras adalah kebijakan pemerintah yang menaikkan Harga Pembelian Pemerintah (HPP) gabah dari Rp 6.000 menjadi Rp 6.500 per kilogram. Di sisi lain, peningkatan tarif angkutan udara merupakan konsekuensi alami dari meningkatnya permintaan yang tinggi selama musim liburan sekolah.
Menariknya, meskipun inflasi umum meningkat, inflasi inti justru menunjukkan sedikit penurunan. Josua Pardede menjelaskan bahwa inflasi inti turun dari 2,40 persen secara tahunan pada Mei 2025 menjadi 2,37 persen. “Kondisi ini mengindikasikan bahwa daya beli masyarakat masih belum sepenuhnya pulih,” kata Josua kepada Jawa Pos, Selasa (1/7).
Stabilitas inflasi inti ini, lanjut Josua, terutama didukung oleh harga emas perhiasan yang relatif stabil seiring dengan membaiknya kondisi global. Hal ini mencerminkan kehati-hatian masyarakat dalam melakukan konsumsi, khususnya untuk barang-barang yang tidak bersifat esensial. Josua menambahkan, “Penurunan moderat pada inflasi inti menunjukkan konsumsi domestik yang cenderung selektif, belum sepenuhnya merefleksikan pemulihan daya beli yang solid.”
Melihat proyeksi ke depan, Josua Pardede memperkirakan bahwa inflasi hingga akhir 2025 akan tetap terkendali. Ia memprediksi angka inflasi akan berada di kisaran 2,33 persen, naik dari 1,57 persen pada akhir 2024. Meski demikian, angka ini masih berada dalam target Bank Indonesia (BI) yang ditetapkan di rentang 1,5 hingga 3,5 persen.
Dengan ekspektasi inflasi yang terjaga, meredanya ketidakpastian global, dan stabilitas nilai tukar rupiah, Josua, yang merupakan lulusan University of Amsterdam, melihat adanya ruang bagi Bank Indonesia untuk melakukan pelonggaran kebijakan moneter lebih lanjut. Ia memprediksi BI berpeluang memangkas suku bunga kebijakan sebesar 25 basis poin (bps) pada semester kedua 2025. Langkah ini diyakini akan menjadi dorongan penting guna mendukung pemulihan ekonomi domestik.
Secara keseluruhan, kondisi inflasi inti yang stabil meskipun sedikit menurun, masih menggambarkan kondisi daya beli masyarakat yang belum pulih sepenuhnya. Oleh karena itu, diperlukan kebijakan yang lebih proaktif untuk mendukung konsumsi domestik, agar pemulihan daya beli dapat berjalan lebih kuat dan berkelanjutan di masa mendatang.
Ringkasan
Indonesia mencatat perbaikan inflasi pada Juni 2025 dengan inflasi tahunan mencapai 1,87 persen, didorong oleh kenaikan harga pangan seperti beras, cabai, dan bawang merah, serta tarif angkutan udara. Meskipun demikian, inflasi inti justru menunjukkan sedikit penurunan menjadi 2,37 persen secara tahunan. Penurunan inflasi inti ini mengindikasikan bahwa daya beli masyarakat masih belum sepenuhnya pulih dan konsumsi domestik cenderung selektif.
Chief Economist Bank Permata, Josua Pardede, memperkirakan inflasi hingga akhir 2025 akan tetap terkendali di kisaran 2,33 persen, yang masih dalam target Bank Indonesia (BI). Dengan ekspektasi inflasi yang terjaga dan kondisi global yang membaik, Josua memprediksi BI berpeluang memangkas suku bunga kebijakan sebesar 25 basis poin pada semester kedua 2025. Langkah pelonggaran moneter ini diharapkan dapat menjadi dorongan penting bagi pemulihan ekonomi domestik.