Evakuasi Dramatis Pendaki Brasil di Rinjani: Perjuangan Tim SAR

Top Indo Apps – , Jakarta – Tim SAR gabungan akhirnya berhasil mengevakuasi jenazah Juliana de Souza Pereira Marins, seorang pendaki asal Brasil, yang terjatuh ke jurang saat menjelajahi Gunung Rinjani, Nusa Tenggara Barat (NTB). Proses evakuasi ini berlangsung penuh drama dan tantangan, dihantui oleh cuaca ekstrem serta medan terjal yang tak kenal ampun.
Tragedi ini bermula pada Sabtu, 21 Juni 2025, ketika Juliana mendaki Gunung Rinjani ditemani pemandu bernama Ali Musthofa. Ali Musthofa sendiri menampik dugaan menelantarkan Juliana. Ia mengklaim sempat memberi kesempatan Juliana beristirahat, sementara dirinya menunggu di depan dengan perkiraan jarak tiga menit pendakian. Namun, setelah menunggu 15 hingga 30 menit, Ali menyadari Juliana tak jua menampakkan diri. Ia pun berbalik dan mendapati pendaki tersebut tidak berada di tempatnya.
“Saya tersadar akan tragedi itu setelah melihat sorotan senter di jurang sedalam sekitar 150 meter dan mendengar suara meminta bantuan,” ungkap Ali kepada media Brasil, O Globo.
Segera setelah itu, Ali menghubungi tempatnya bekerja untuk meminta bantuan. Namun, operasi penyelamatan yang krusial ini baru dapat dioptimalkan tiga hari berselang, mengingat medan yang sangat terjal dan kondisi cuaca yang memburuk.
Setelah laporan diterima oleh Balai Taman Nasional Gunung Rinjani (BTNGR), Kantor SAR Mataram langsung memobilisasi puluhan personel andal ke lokasi kejadian. Koordinator lapangan SAR, I Kadek Agus Ariawan, menjelaskan bahwa tim berangkat dengan membawa berbagai peralatan penyelamatan lengkap dari pos SAR Kayangan dan Mataram.
Menteri Kehutanan Raja Juli Antoni mengungkapkan bahwa faktor cuaca menjadi hambatan paling dominan dalam proses evakuasi. “Pagi tadi cuaca mulai membaik, tetapi sempat memburuk lagi. Kami berharap siang hari ini cuaca mendukung,” katanya pada Selasa, 24 Juni 2025.
BTNGR melalui akun Instagram resminya melaporkan bahwa tim penyelamat sempat harus menghentikan evakuasi karena kabut pekat yang menggagalkan upaya uji coba bantuan helikopter. Meskipun demikian, tujuh personel berhasil mendekati titik korban dan bermalam di sekitar lokasi, lantaran hari telah gelap.
Kepala Kantor SAR Mataram, Muhamad Hariyadi, mengonfirmasi bahwa korban ditemukan pada Senin, 23 Juni 2025, pukul 07.05 WITA. Juliana ditemukan sekitar 500 meter dari titik awal ia dilaporkan terjatuh. “Tim SAR berhasil menemukan survivor dengan bantuan drone thermal,” jelas Hariyadi.
Tim SAR gabungan kemudian mengonfirmasi Juliana telah meninggal dunia pada Selasa, 24 Juni 2025, di kedalaman sekitar 600 meter. Proses evakuasi jenazah dilanjutkan pada Rabu, 25 Juni pagi, karena kondisi cuaca yang tidak memungkinkan pada hari sebelumnya. Hariyadi menambahkan bahwa setelah jenazah berhasil diangkat ke atas, tim mengevakuasinya menyusuri jalur pendakian menuju Posko Sembalun. Selanjutnya, jenazah akan diangkut menggunakan helikopter menuju RS Bhayangkara Polda NTB.
Koordinator Tim SAR, I Kadek Agus Ariawan, menjelaskan bahwa korban jatuh di Cemara Nunggal, sebuah lokasi yang dikenal dengan kontur tebingnya yang sangat curam. “Korban jatuh di jurang dengan medan ekstrem dan sulit dijangkau,” ujarnya.
Gubernur NTB, Lalu Muhamad Iqbal, turut menyiagakan tiga unit helikopter untuk mendukung operasi evakuasi ini. Satu helikopter milik Mabes TNI bersama Basarnas tiba di Bandara Internasional Zainuddin Abdul Madjid (BIZAM) pada 24 Juni 2025. Helikopter kedua milik perusahaan asuransi sudah bersiaga di BIZAM, sementara helikopter ketiga milik PT Amman Mineral Nusa Tenggara (AMNT) bersiaga di Sumbawa Barat.
Kepala BTNGR, Yarman Wasur, mengumumkan keputusan krusial untuk menutup sementara jalur Pelawangan 4 Sembalun menuju puncak Gunung Rinjani sejak 24 Juni 2025. Penutupan ini dilakukan demi menjamin keselamatan tim penyelamat dan para pendaki lainnya, sekaligus memperlancar seluruh proses evakuasi. “Penutupan berlaku sampai batas waktu yang belum ditentukan atau hingga proses evakuasi selesai,” tegas Yarman.
Ketua Umum Asosiasi Pemandu Gunung Indonesia (APGI), Rahman Mukhlis, menyatakan bahwa pihaknya masih mengumpulkan data terkait insiden tragis ini. Ia menegaskan pentingnya pemandu pendakian yang memiliki sertifikasi sesuai Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (SKKNI) dan pengalaman yang memadai.
“Pemandu harus terlatih dan memahami interpretasi medan, cuaca, serta penanganan bahaya gunung,” ujarnya.
Sementara itu, Kepolisian Resor Lombok Timur telah memeriksa pemandu Ali Musthofa sejak 25 Juni. Namun, hingga kini belum ada penetapan kesimpulan terkait dugaan kelalaian. Sejumlah warganet di media sosial sempat menyoroti dugaan lambannya respons evakuasi hingga menyebabkan korban tidak selamat.
Dokter Spesialis Forensik Rumah Sakit Bali Mandara, Ida Bagus Putu Alit, mengungkapkan hasil autopsi terhadap jenazah warga negara Brasil, Juliana Marins, 27 tahun, yang terjatuh ketika mendaki Gunung Rinjani pada Sabtu pekan lalu.
Dia menjelaskan bahwa penyebab kematian Juliana adalah karena benturan benda tumpul yang fatal. “Penyebab kematian karena kekerasan tumpul yang menyebabkan kerusakan,” katanya di Denpasar, Jumat, 27 Juni 2025.
Dokter Alit menyimpulkan bahwa korban wafat dalam kurun waktu yang sangat singkat sejak luka terjadi. “Kami tidak menemukan bukti-bukti bahwa kematian itu terjadi dalam jangka waktu yang lama dari luka terjadi,” imbuhnya.
M. Faiz Muzaki, Defara Dhanya, dan Raden Putri Alpadillah Ginanjar berkontribusi dalam penulisan artikel ini.
Pilihan Editor: Korban-korban Pendakian Gunung Rinjani, Terakhir Juliana Asal Brasil
Ringkasan
Tim SAR gabungan berhasil mengevakuasi jenazah Juliana de Souza Pereira Marins, pendaki asal Brasil, yang terjatuh ke jurang di Gunung Rinjani pada Sabtu, 21 Juni 2025. Pemandunya, Ali Musthofa, segera melaporkan insiden ini setelah menemukan Juliana tidak berada di tempatnya dan mendengar suara minta tolong. Operasi penyelamatan terhambat oleh medan terjal dan cuaca ekstrem, namun tim berhasil menemukan Juliana pada Senin, 23 Juni, menggunakan drone thermal.
Juliana dikonfirmasi meninggal dunia pada Selasa, 24 Juni, di kedalaman sekitar 600 meter akibat benturan benda tumpul. Proses evakuasi jenazah yang dramatis menghadapi tantangan cuaca buruk dan kabut pekat, hingga akhirnya berhasil dilakukan pada Rabu, 25 Juni. Sebagai respons, jalur Pelawangan 4 Sembalun menuju puncak ditutup sementara demi keselamatan, sementara investigasi terkait insiden ini masih berlangsung.