MK Putuskan: Pileg DPRD dan Pilkada Serentak Digelar Tahun [Tahun]!

Mahkamah Konstitusi (MK) baru-baru ini mengukir sejarah dengan putusan penting yang mengubah tatanan penyelenggaraan pemilihan umum di Indonesia. Dalam putusan terbarunya, MK menetapkan adanya jeda waktu yang jelas antara pelaksanaan Pemilihan Legislatif (Pileg) DPR dan DPD serta Pemilihan Presiden (Pilpres) dengan Pileg DPRD Provinsi/Kabupaten/Kota dan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada). Langkah ini menandai pemisahan krusial dari praktik sebelumnya.
Sebelum putusan ini, seluruh Pileg (DPR, DPD, dan DPRD) serta Pilpres selalu digelar secara serentak, sementara hanya Pilkada (Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota) yang diadakan terpisah. Kini, MK memutuskan bahwa Pileg DPR, DPD, dan Pilpres akan tetap diselenggarakan bersamaan, namun Pileg DPRD tingkat Provinsi dan Kabupaten/Kota akan digabungkan dengan Pilkada. Ketua MK, Suhartoyo, menyampaikan amar putusan tersebut di Gedung MK Jakarta pada Kamis, 26 Juni 2024, yang secara resmi “mengabulkan pokok permohonan untuk sebagian.”
Putusan bersejarah ini, dengan nomor perkara 135/PUU-XXII/2024, merupakan hasil uji materiil terhadap Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu dan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 tentang Perubahan Atas UU Nomor 1 Tahun 2015 terkait Pilkada. Gugatan fundamental ini diajukan oleh Yayasan Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), yang diwakili oleh Ketua Pengurus Yayasan, Khoirunnisa Nur Agustyati, dan Bendahara Pengurus, Irmalidarti. Para pemohon secara spesifik mempermasalahkan Pasal 167 ayat (1), Pasal 167 ayat (3), Pasal 347 ayat (1) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, serta Pasal 3 ayat (1) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 tentang Pilkada. Pasal-pasal ini dinilai bertentangan dengan beberapa pasal dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD NRI 1945), termasuk Pasal 1 Ayat (2) dan (3), Pasal 18 Ayat (4), Pasal 22E Ayat (1) dan (5), Pasal 27 Ayat (1), dan Pasal 28D Ayat (1).
Dalam penjelasannya, MK menyatakan bahwa Pasal 167 ayat (3) UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu bertentangan dengan UUD NRI 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat. Namun, pasal tersebut dinyatakan konstitusional bersyarat, sepanjang ke depan tidak dimaknai lain, kecuali bahwa “pemungutan suara dilaksanakan secara serentak untuk memilih anggota DPR, anggota DPD, Presiden dan Wakil Presiden, dan setelahnya dalam waktu paling singkat 2 tahun atau paling lama 2 tahun 6 bulan sejak pelantikan anggota DPR, atau DPD atau pelantikan Presiden dan Wakil Presiden, dilaksanakan pelaksanaan pemungutan secara serentak untuk memilih anggota DPRD Provinsi, DPRD Kabupaten/Kota dan gubernur dan wakil gubernur, bupati/wakil bupati, dan wali kota/wakil wali kota pada hari libur atau hari yang diliburkan secara nasional.”
Selanjutnya, MK juga memutuskan Pasal 347 ayat (1) UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat. Ketua MK Suhartoyo menegaskan, pasal ini menjadi konstitusional sepanjang tidak dimaknai bahwa “pemungutan suara dinyatakan secara serentak untuk memilih anggota DPR, anggota DPD, Presiden atau Wapres, dan setelahnya dalam waktu paling singkat 2 tahun atau paling lama 2 tahun 6 bulan sejak pelantikan anggota DPR, anggota DPD atau sejak pelantikan presiden/wapres diselenggarakan pemungutan suara secara serentak untuk memilih anggota DPRD provinsi, DPRD kabupaten/kota, dan gubernur/wakil gubernur, bupati/wakil bupati, wali kota/wakil wali kota.”
Tidak berhenti di situ, MK juga menyatakan Pasal 3 ayat (1) UU Nomor 8 Tahun 2015 tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 1 Tahun 2015 terkait Pilkada juga bertentangan dengan UUD NRI 1945. Pasal ini dinyatakan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai, “pemilihan dilaksanakan secara serentak di seluruh wilayah Kesatuan Negara Republik Indonesia untuk memilih anggota DPRD provinsi, DPRD kabupaten/kota dan gubernur/wakil gubernur, bupati/wakil bupati, wali kota/wakil wali kota yang dilaksanakan dalam waktu paling singkat 2 tahun atau paling lama 2 tahun 6 bulan sejak pelantikan anggota DPR, anggota DPD atau sejak pelantikan presiden/wapres.”
Ringkasan
Mahkamah Konstitusi (MK) telah mengeluarkan putusan penting terkait penyelenggaraan pemilihan umum di Indonesia. Putusan tersebut menetapkan pemisahan waktu antara Pemilihan Legislatif (Pileg) DPR/DPD dan Pemilihan Presiden (Pilpres) dengan Pileg DPRD Provinsi/Kabupaten/Kota serta Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada). Ketua MK, Suhartoyo, mengumumkan putusan ini pada Kamis, 26 Juni 2024, yang secara resmi mengabulkan sebagian permohonan.
Sebelumnya, seluruh Pileg dan Pilpres digelar serentak, namun kini Pileg DPR, DPD, dan Pilpres tetap bersamaan. Pileg DPRD Provinsi/Kabupaten/Kota akan digabungkan dengan Pilkada, dilaksanakan paling singkat 2 tahun atau paling lama 2,5 tahun setelah pelantikan anggota DPR/DPD atau Presiden/Wakil Presiden. Putusan bernomor 135/PUU-XXII/2024 ini merupakan hasil uji materiil Undang-Undang Pemilu dan Pilkada yang diajukan oleh Yayasan Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem).