AT vs DCT: Mitos Lemotnya Transmisi Otomatis Konvensional Terungkap!

KLATEN, KOMPAS.com – Transmisi Automatic Transmission (AT) konvensional, yang kerap dianggap lamban dan kurang efisien, ternyata masih banyak ditemukan pada mobil-mobil keluaran terbaru saat ini. Persepsi ini sering muncul terutama jika dibandingkan dengan Dual Clutch Transmission (DCT), yang notabene banyak disematkan pada kendaraan dengan fokus performa tinggi. Hal ini kemudian memunculkan pertanyaan besar: benarkah AT konvensional memang selemot itu?
Imun, seorang pemilik bengkel spesialis Ford Trucuk Klaten, memberikan pandangan menarik. Menurutnya, karakter transmisi pada sebuah mobil lebih terikat pada model kendaraannya. “Misal mobil MPV dan SUV, atau off-road, sudah pasti dibekali transmisi lebih tangguh, namun itu tidak mengikat pada jenis transmisinya,” jelas Imun kepada Kompas.com, Sabtu (21/6/2025). Ia menambahkan bahwa banyak SUV tangguh untuk off-road seperti Ford Ranger dan Everest, justru dibekali AT konvensional namun tetap menunjukkan karakter yang sangat responsif.
Kinerja responsif transmisi AT konvensional ini, menurut Imun, bukan semata-mata soal komponen mekanikal seperti gir dan kampas kopling. “Itu bisa terjadi lantaran bicara transmisi bukan hanya soal mekanikal, gear dan kampas kopling, melainkan juga software,” terangnya. Dengan demikian, transmisi AT konvensional sebenarnya dapat dioptimalkan dan disetel agar lebih responsif, sehingga mampu menunjang performa optimal suatu model kendaraan.
Meskipun demikian, dalam perbandingan langsung pada model mobil yang serupa, transmisi AT konvensional memang cenderung terkesan kurang responsif dibandingkan DCT. Imun memberikan contoh pada lini Ford Fiesta, di mana model 1.4 AT dan 1.6 DCT menunjukkan perbedaan karakter yang signifikan. “Selain transmisi yang beda karakter, mesinnya juga lebih bertenaga, jadi daya yang dihasilkan akan berbeda pula,” ujar Imun, menegaskan bahwa output daya keseluruhan mobil dipengaruhi berbagai faktor.
Perbedaan fundamental lainnya terletak pada konstruksi kopling. Transmisi AT konvensional menggunakan kopling fluida (cairan), sementara DCT mengandalkan kopling kering. Efisiensi penyaluran tenaga secara inheren lebih tinggi pada kopling kering. “Ada daya putar mesin yang terbuang pada saat kopling fluida bekerja, hal ini secara tak langsung juga dapat memberikan kesan agak lemot jika dibandingkan dengan DCT,” papar Imun.
Oleh karena itu, anggapan bahwa AT konvensional lebih lambat dari DCT tidak sepenuhnya salah, namun juga tidak bersifat mutlak. Hasil daya output dan responsivitas keseluruhan suatu mobil adalah produk dari kombinasi berbagai sistem yang kompleks, meliputi performa mesin, teknologi yang disematkan, serta karakteristik dasar dari model mobil itu sendiri.
Ringkasan
Transmisi otomatis konvensional (AT) kerap dianggap lamban dibandingkan Dual Clutch Transmission (DCT), meskipun masih banyak digunakan pada mobil terbaru. Menurut seorang spesialis, karakter transmisi lebih terikat pada model kendaraan, dan AT konvensional pada SUV tangguh seringkali sangat responsif berkat optimasi perangkat lunak. Hal ini menunjukkan bahwa kinerja responsif AT tidak hanya bergantung pada komponen mekanikalnya.
Meskipun demikian, dalam perbandingan langsung pada model serupa, AT konvensional cenderung kurang responsif dari DCT karena perbedaan konstruksi kopling. AT menggunakan kopling fluida yang dapat menyebabkan kehilangan daya, berbeda dengan kopling kering pada DCT yang lebih efisien. Kesan lambatnya AT konvensional tidak mutlak, sebab daya output dan responsivitas keseluruhan mobil adalah kombinasi kompleks dari performa mesin, teknologi, dan karakteristik dasar model kendaraan.