China Selundupkan Data AI 4,8 PB ke Malaysia: Akali Sanksi AS?

Top Indo Apps – – China terus menunjukkan kreativitasnya dalam menghadapi berbagai pembatasan akses teknologi yang diberlakukan Amerika Serikat. Taktik terbaru yang terungkap untuk mengakali batasan chip kecerdasan buatan (AI) dari AS adalah dengan mengirimkan hard disk berkapasitas tinggi ke negara lain.
Menurut laporan eksklusif dari Wall Street Journal (WSJ), strategi ini terungkap melalui insiden yang melibatkan empat teknisi AI asal China yang membawa hard disk berkapasitas besar ke Malaysia. Peristiwa tersebut dilaporkan terjadi pada awal Maret 2025 lalu, mengindikasikan upaya jauh ke depan untuk mengatasi kendala teknologi.
Setiap teknisi tersebut dilaporkan membawa 15 unit hard disk, masing-masing dengan kapasitas 80 TB, yang diselundupkan dalam koper pribadi mereka. Media penyimpanan masif ini berisi beragam data penting, mulai dari spreadsheet, gambar, hingga klip video yang esensial untuk proses pelatihan model AI.
Secara total, akumulasi kapasitas dari seluruh hard disk tersebut mencapai sekitar 4,8 petabyte (PB) atau setara 4.800 TB. Jumlah data yang luar biasa besar ini diperkirakan cukup untuk melatih beberapa model AI skala besar yang sangat kompleks.
Pembagian media penyimpanan ke masing-masing teknisi ini dilakukan secara sengaja. Tujuannya adalah untuk meminimalkan risiko dan mempermudah mereka lolos dari pemeriksaan ketat bea cukai serta imigrasi Malaysia, menghindari kecurigaan yang mungkin timbul dari volume data sebesar itu.
Setelah berhasil melewati pos pemeriksaan, keempat teknisi tersebut langsung menuju sebuah data center di Malaysia yang telah disewa khusus. Di fasilitas tersebut, data-data itu diproses untuk mulai membangun model AI. Perusahaan yang mengutus para teknisi ini bahkan menyewa sekitar 300 server AI Nvidia untuk mendukung operasi tersebut.
Data center yang menjadi lokasi operasi ini dioperasikan oleh sebuah perusahaan asal Singapura. Pusat data tersebut diketahui dilengkapi dengan chip AI kelas atas seperti Nvidia Hopper, menunjukkan bahwa lokasi ini dipilih secara strategis untuk mendapatkan akses ke perangkat keras canggih yang sulit diimpor langsung ke China.
Sumber yang dikutip oleh WSJ mengungkapkan bahwa operasi penyelundupan data ini bukanlah hal yang sederhana; ia membutuhkan perencanaan dan persiapan matang selama berbulan-bulan sebelum akhirnya terlaksana.
Keputusan para teknisi di China untuk menerbangkan hard disk alih-alih melakukan transfer data secara daring didasari oleh pertimbangan waktu. Transfer data sebesar 4,8 PB secara online akan memakan waktu yang sangat panjang, meskipun praktik membawa data fisik ini pada akhirnya membuat proses pelatihan AI menjadi lebih rumit dibandingkan jika dilakukan langsung di China.
Namun, kompleksitas ini adalah konsekuensi langsung dari kebijakan AS. Larangan ekspor teknologi dan chip AI yang membatasi penggunaan teknologi canggih Amerika oleh China telah menjadi hambatan utama bagi perusahaan di Negeri Tirai Bambu untuk mengimpor hardware mutakhir yang krusial untuk mengembangkan kecerdasan buatan mereka.
Beberapa waktu lalu, para teknisi tersebut dikabarkan telah kembali ke China. Mereka tidak pulang dengan tangan kosong, melainkan membawa ratusan gigabyte (GB) data vital, termasuk parameter model yang akan menjadi panduan krusial bagi sistem output AI yang mereka kembangkan.
Insiden ini secara gamblang memperlihatkan bagaimana China berupaya keras untuk mengakali larangan ekspor chip AI buatan AS ke negaranya, menunjukkan adaptasi dan kreativitas mereka dalam menghadapi sanksi teknologi.
Alih-alih mengambil risiko menyelundupkan chip AI langsung ke wilayahnya, China memilih pendekatan yang lebih cerdik: singgah ke negara lain yang masih memiliki akses legal terhadap chip AI mutakhir. Strategi ini berhasil dihimpun KompasTekno dari laporan TomsHardware.
Pemilihan Malaysia dan Singapura sebagai lokasi operasi ini bukan tanpa alasan kuat. Berdasarkan Aturan Akhir Sementara tentang Penyebarluasan Kecerdasan Buatan (Interim Final Rule on Artificial Intelligence Diffusion) yang disahkan Januari lalu, AS secara resmi membagi prioritas ekspor chip AI ke dalam tiga kategori atau tier.
Baca juga: Taiwan Larang Ekspor Chip ke Huawei dan SMIC, Ada Tekanan AS?
Dalam sistem kategorisasi tersebut, Malaysia dan Singapura, bersama sebagian besar negara di Eropa Timur, Timur Tengah, Meksiko, dan Amerika Latin, termasuk dalam tier kedua. Ini berarti, mereka memiliki batasan ekspor chip AI yang lebih longgar, dengan kuota maksimal 50.000 GPU yang bisa diekspor untuk periode 2025-2027.
Kontrasnya, China ditempatkan pada tier ketiga, bersama dengan negara-negara yang dianggap “musuh” AS seperti Iran, Rusia, dan beberapa negara lain yang berada di bawah embargo. Bagi negara-negara yang termasuk dalam tier ketiga ini, terdapat larangan penuh untuk mengimpor chip AI dari Amerika Serikat, menjelaskan mengapa China harus mencari jalan alternatif yang inovatif.
Ringkasan
Tiongkok berupaya mengakali pembatasan teknologi AS, khususnya chip AI, dengan strategi baru. Empat teknisi AI Tiongkok dilaporkan membawa 4,8 petabyte data dalam hard disk berkapasitas tinggi ke Malaysia pada awal Maret 2025. Data yang diselundupkan dalam koper ini digunakan untuk melatih model AI di sebuah pusat data yang disewa dan dilengkapi server AI Nvidia di sana.
Malaysia dan Singapura dipilih karena termasuk dalam Tier 2 aturan ekspor chip AI AS, yang memiliki batasan lebih longgar dibanding Tiongkok di Tier 3 dengan larangan penuh. Ini merupakan upaya Tiongkok untuk mengatasi larangan ekspor chip AI oleh AS yang menghambat impor perangkat keras mutakhir. Setelah proses pelatihan, para teknisi kembali ke Tiongkok membawa parameter model penting untuk panduan sistem AI mereka.