Finance

Rekomendasi Saham Semester II: IHSG 7609? Cek Sekarang!

Top Indo Apps – JAKARTA. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) diproyeksikan masih akan menghadapi gejolak dan tekanan signifikan memasuki paruh kedua tahun 2025. Prospek ini muncul di tengah bayang-bayang berbagai sentimen negatif yang berpotensi memengaruhi kinerja pasar saham domestik.

Per Jumat (13/6), IHSG tercatat di level 7.166,06, menandai koreksi empat hari berturut-turut dengan penurunan total 0,89%. Meskipun demikian, performa IHSG sejak awal tahun 2025 (year-to-date) masih menunjukkan pertumbuhan positif tipis sebesar 0,04%.

Para analis pasar menilai, risiko gejolak di pasar saham akan sangat dipengaruhi oleh dinamika sentimen eksternal yang terus bergolak. Oktavianus Audi, VP Marketing, Strategy, and Planning Kiwoom Sekuritas Indonesia, menggarisbawahi bahwa pasar saham berpotensi diterpa turbulensi seiring dengan eskalasi ketegangan geopolitik antara Israel dan Iran. Konflik bersenjata ini diperkirakan akan langsung tercermin pada lonjakan harga komoditas utama, terutama minyak mentah, Gas Alam Cair (LNG), dan emas.

Dampak konflik tersebut sangat signifikan mengingat Iran merupakan produsen minyak mentah dengan produksi sekitar 3,2 juta barel per hari (bpd), yang sebagian besar diekspor ke Tiongkok, India, dan Suriah. Gangguan pada Selat Hormuz, jalur vital bagi 30% perdagangan minyak global harian, akan sangat memengaruhi pasokan. Selain itu, status Iran sebagai negara dengan cadangan gas terbesar kedua di dunia juga akan mendorong kenaikan harga LNG. Menurut Nafan Aji Gusta, Senior Market Analyst Mirae Asset Sekuritas, lonjakan harga komoditas akan memicu efek domino, dimulai dari kenaikan inflasi global yang kemudian dapat memengaruhi kebijakan moneter Federal Reserve (The Fed) dan prospek ekonomi dunia secara keseluruhan. Kenaikan harga minyak mentah yang signifikan akan menimbulkan tekanan inflasi dan mengalihkan dana ke aset safe haven, berpotensi memicu arus dana keluar dari IHSG. Audi bahkan memandang bahwa risiko berkepanjangan ini dapat mengubah perhitungan target ekonomi nasional dan IHSG.

Di samping ketegangan geopolitik, dinamika perang tarif antara Amerika Serikat dan Tiongkok juga tetap menjadi perhatian serius pelaku pasar. Meskipun sentimen ini sempat mereda, negosiasi yang terus berlangsung antara AS dan mitra dagangnya, termasuk Indonesia, dapat memberikan arah baru bagi pasar saham di masa depan. Imbasnya, Audi berpendapat bahwa ruang bagi Bank Indonesia (BI) untuk memangkas suku bunga acuan akan semakin terbatas. Hal ini terutama jika tekanan inflasi kembali meningkat dan nilai tukar rupiah tertekan oleh faktor eksternal. Data CME FedWatch bahkan menunjukkan proyeksi pemangkasan suku bunga acuan The Fed hanya sebesar 25 basis poin ke level 4%–4,25%, yang semakin membatasi ruang gerak BI untuk menurunkan suku bunganya.

Dengan mempertimbangkan berbagai sentimen yang ada, Audi memproyeksikan IHSG akan tumbuh moderat pada akhir tahun 2025, bergerak di rentang 7.500 hingga 7.700. Proyeksi ini didasari oleh beberapa faktor, di antaranya ketidakpastian ekonomi domestik akibat eskalasi tarif AS dan konflik di Timur Tengah, potensi penurunan laba bersih emiten dari sektor perbankan, manufaktur, dan energi, serta kemungkinan perlambatan penurunan suku bunga acuan. Sementara itu, Nafan Aji Gusta memberikan proyeksi teknikal untuk target IHSG akhir 2025 di level 7.609 dalam skenario positif, namun memperingatkan bahwa dalam skenario negatif, IHSG berpotensi tergelincir hingga level 6.994.

Dalam menghadapi volatilitas pasar, beberapa analis juga memberikan rekomendasi saham pilihan. Nafan Aji Gusta melihat adanya peluang lonjakan harga pada saham berbasis komoditas emas, seperti ANTM, PSAB, ARCI, dan MDKA. Kenaikan ini sejalan dengan meningkatnya harga emas di tengah memanasnya konflik Iran-Israel, mengingat emas masih dianggap sebagai aset safe haven utama yang banyak diburu investor. Selain itu, Nafan juga merekomendasikan 17 saham pilihan untuk trading yang diproyeksikan memiliki potensi kenaikan harga pada semester II-2025, meliputi ARKO, BBCA, BBNI, BBRI, BRIS, CTRA, ICBP, INCO, JSMR, MEDC, RAJA, SMRA, SSMS, TLKM, TOTL, dan WIFI. Sementara itu, Audi menyarankan investor untuk berfokus pada saham tematik, khususnya di sektor energi dan bahan baku. Ia merekomendasikan trading buy untuk saham ANTM dengan target harga Rp 3.770 per saham dan MEDC dengan target harga Rp 1.590 per saham.

Budi Frensidy, seorang Pengamat Pasar Modal dari Universitas Indonesia, turut menyampaikan pandangannya. Ia menilai bahwa dengan adanya konflik bersenjata Iran-Israel, sangat sulit bagi IHSG untuk mencapai level 7.500. Bahkan, ia tidak menampik kemungkinan IHSG dapat terperosok ke bawah level 7.000 jika konflik tersebut berkepanjangan. Selain faktor geopolitik, IHSG juga berpotensi mengalami koreksi di semester kedua karena berakhirnya musim pembagian dividen oleh banyak emiten di pasar saham, yang seringkali diikuti oleh aksi jual.

Ringkasan

Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) diproyeksikan menghadapi gejolak signifikan pada paruh kedua tahun 2025, dipicu oleh sentimen negatif eksternal. Ketegangan geopolitik Israel-Iran diperkirakan menaikkan harga komoditas seperti minyak mentah dan emas, memicu inflasi global, serta berpotensi menarik dana keluar dari IHSG. Selain itu, dinamika perang tarif AS-Tiongkok membatasi ruang Bank Indonesia untuk memangkas suku bunga acuan.

Analis memproyeksikan IHSG tumbuh moderat di rentang 7.500-7.700 pada akhir 2025, dengan target teknikal positif di 7.609, namun juga potensi tergelincir di bawah 7.000. Beberapa faktor pendorong koreksi lainnya termasuk potensi penurunan laba emiten dan berakhirnya musim dividen. Rekomendasi saham meliputi aset berbasis komoditas emas seperti ANTM, PSAB, ARCI, MDKA, serta saham tematik di sektor energi dan bahan baku seperti MEDC.

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button